Anak Suka Mengamuk atau Tantrum, Ini Cara Menyikapinya

 

Anak Suka Mengamuk atau Tantrum, Ini Cara Menyikapinya

Menghadapi anak yang suka mengamuk di depan umum memang sangat merepotkan dan menjengkelkan. Bahkan, karena merasa kesal dan malu tidak jarang orang tua kehilangan kesabaran. Sebagian orang tua ada yang melakukan kekerasan fisik seperti mencubit, memukul, dan menarik atau mendorong anak.

Pada umumnya, anak akan mengamuk apabila ada sesuatu yang ia inginkan atau butuhkan tetapi tidak segera dipenuhi oleh orang tuanya. Misalnya, ingin diperhatikan oleh orang tuanya, ingin tidur karena terlalu lelah, ingin mainan, atau bahkan ia ingin sesuatu untuk dimakan. Apabila orang tua tidak segera mengerti dan memenuhi apa yang diinginkannya maka ia akan mengamuk dengan cara menangis dan menjerit-jerit. Oleh karena itu, supaya anak terhindar dari mengamuk di depan umum maka pastikan kebutuhan anak terpenuhi lebih dulu dan janganlah menundanya terlalu lama (Jenny Gichara, 2006).

 

Teori Teori Yang Menjelaskan tentang Anak Tantrum (Suka Mengamuk)

Anak tantrum adalah perilaku emosional yang sering terjadi pada anak-anak, di mana mereka mengekspresikan perasaan frustasi, kemarahan, atau ketidakpuasan dengan cara yang keras dan sulit dikendalikan. Ini sering kali melibatkan menangis, berteriak, menghantam, dan bahkan merengut. Para ahli telah mempelajari fenomena ini selama bertahun-tahun, dan mereka memiliki berbagai pendapat dan teori tentang penyebab, perkembangan, dan penanganan anak tantrum. Dalam artikel ini, kita akan menjelaskan beberapa pendapat utama dari para ahli tentang anak tantrum.

1. Teori Perkembangan Emosi

Sejumlah ahli perkembangan anak, seperti Jean Piaget dan Erik Erikson, telah mengemukakan pandangan tentang bagaimana anak-anak mengalami dan mengekspresikan emosi. Piaget, misalnya, berpendapat bahwa anak-anak lebih rentan terhadap tantrum ketika mereka masih berada dalam tahap perkembangan kognitif yang belum matang. Mereka mungkin kesulitan untuk mengkomunikasikan perasaan mereka secara verbal, sehingga meluapkan emosi melalui tantrum adalah cara yang lebih mudah bagi mereka untuk mengungkapkan ketidakpuasan.

Sementara itu, Erikson menekankan pentingnya tahapan perkembangan psikososial dalam membentuk perilaku anak. Pada tahap-tahap tertentu, seperti tahap "kemandirian versus keraguan" pada masa prasekolah, anak-anak mungkin mengalami konflik yang menyebabkan tantrum. Mereka berusaha untuk memahami dan mengendalikan dunia sekitar mereka, dan tantrum dapat muncul ketika mereka merasa frustasi dalam upaya ini.

2. Teori Neuropsikologis

Beberapa ahli berpendapat bahwa tantrum anak-anak memiliki dasar neurobiologis. Mereka menyatakan bahwa perkembangan otak anak memainkan peran penting dalam regulasi emosi dan perilaku. Pada anak-anak yang lebih muda, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengendalian impuls dan emosi mungkin belum sepenuhnya berkembang. Oleh karena itu, mereka mungkin lebih rentan terhadap tantrum.

Selain itu, teori neuropsikologis ini juga mencatat peran neurotransmiter dan gangguan dalam otak, seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), dalam meningkatkan risiko tantrum pada anak-anak. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kimia otak dapat mempengaruhi respons anak terhadap stres dan frustrasi.

3. Teori Lingkungan dan Pola Asuh

Salah satu pendekatan yang paling banyak diterima dalam menjelaskan anak tantrum adalah teori lingkungan dan pola asuh. Para ahli percaya bahwa lingkungan sosial dan cara orang tua merawat anak memiliki dampak besar terhadap perkembangan perilaku anak. Beberapa faktor yang memengaruhi anak tantrum meliputi:

  • Model Perilaku Orang Tua: Anak-anak sering meniru perilaku orang tua mereka. Jika mereka melihat orang tua mereka sering marah atau mengamuk, mereka mungkin belajar bahwa tantrum adalah cara yang sah untuk mengekspresikan emosi.
  • Konsistensi dalam Aturan dan Batasan: Anak-anak membutuhkan batasan yang jelas dan konsisten. Ketika aturan dan batasan berubah-ubah atau tidak ditegakkan secara konsisten, anak-anak dapat merasa bingung dan frustrasi, yang dapat memicu tantrum.
  • Ketidaknyamanan atau Kebutuhan yang Tidak Terpenuhi: Seringkali, tantrum muncul ketika anak merasa lapar, lelah, atau tidak nyaman. Orang tua perlu mengidentifikasi dan merespons kebutuhan anak dengan cepat untuk mencegah munculnya tantrum.
  • Kemampuan Komunikasi: Anak-anak yang belum mampu mengungkapkan perasaan atau kebutuhan mereka secara verbal mungkin lebih rentan terhadap tantrum. Orang tua dapat membantu dengan memfasilitasi komunikasi anak dan mengajarkan mereka cara yang lebih baik untuk mengungkapkan diri.

4. Teori Perasaan dan Ketidakmampuan untuk Mengelola Stres

Sejumlah ahli percaya bahwa tantrum anak-anak seringkali merupakan hasil dari ketidakmampuan mereka untuk mengelola perasaan stres dan frustasi. Ketika mereka merasa kewalahan oleh situasi atau tuntutan, tantrum dapat menjadi respons otomatis untuk meredakan tekanan. Mereka mungkin belum mengembangkan keterampilan emosional yang diperlukan untuk mengatasi konflik atau ketidaknyamanan dengan cara yang lebih konstruktif.

 

Cara Menghadapi Anak Suka Mengamuk (Tantrum)

Menghadapi anak yang suka mengamuk di depan umum tentu perlu pengertian dan kesabaran orang tua. Melakukan suatu tindakan untuk menghentikan anak dari mengamuk tidak perlu dengan cara kekerasan fisik. Tenangkanlah anak dengan pelukan. Tanyakan kepadanya apa yang ia inginkan dan pastikan kepadanya bahwa orang tua akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.

Apabila orang tua memiliki acara untuk pergi ke luar rumah bersama anak seperti berbelanja atau menghadiri suatu undangan. Maka, ada baiknya sebelum berangkat orang tua membuat perjanjian dulu dengannya. Hal ini perlu dilakukan supaya anak mengerti dan dapat menjaga sikap ketika ia sedang berada di depan umum. Bicarakanlah konsekuensinya apabila anak melanggar janji. Namun, jika anak mampu menjaga sikapnya dengan baik di depan umum maka tidak ada salahnya orang tua memberikan pujian, pelukan, ciuman, atau mungkin memberikan hadiah kecil yang ia sukai.

Para ahli juga telah mengembangkan berbagai pendekatan terapi dan penanganan untuk mengatasi anak tantrum. Pendekatan ini mencakup:

  • Pendekatan Kognitif-Perilaku: Terapi ini fokus pada mengidentifikasi pemikiran dan perilaku yang mendorong tantrum, serta mengajarkan anak keterampilan pengendalian emosi dan komunikasi yang lebih baik.
  • Terapi Keluarga: Terapi ini dapat membantu keluarga dalam mengidentifikasi pola asuh yang mungkin memicu tantrum dan memberikan dukungan dalam mengubahnya.
  • Pendekatan Farmakologis: Untuk beberapa anak dengan gangguan neurobiologis, seperti ADHD, pengobatan farmakologis dapat membantu mengurangi kecenderungan tantrum.
  • Intervensi Sekolah: Di sekolah, guru dan konselor dapat bekerja dengan anak-anak untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang diperlukan untuk mengatasi tantrum.

 

Anak tantrum atau suka mengamuk adalah fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor, termasuk perkembangan emosi, faktor neurobiologis, lingkungan, dan pola asuh. Para ahli memiliki berbagai pandangan tentang penyebab dan penanganan tantrum anak-anak, tetapi keseluruhan, pendekatan yang paling efektif mungkin melibatkan pemahaman yang mendalam tentang anak individu, kebutuhannya, dan dukungan yang diperlukan untuk membantu mereka mengatasi tantangan ini.

Penting bagi orang tua dan profesional kesehatan mental untuk bekerja sama untuk membantu anak-anak mengembangkan keterampilan emosional yang sehat dan mengelola tantrum dengan efektif.

Demikianlah sedikit tips dari kami mengenai bagaimana cara mengatasi anak suka mengamuk atau tantrum. Semoga bermanfaat (tipsnya.com).

 

Tidak ada komentar untuk "Anak Suka Mengamuk atau Tantrum, Ini Cara Menyikapinya"